Belajar dari Turki hadapi Covid-19: Pengalaman warga Indonesia
Para mahasiswa Indonesia di Turki menuturkan pengalamannya selama menjalani masa pandemi Covid-19.
Mereka juga menyampaikan sejumlah kebijakan efektif yang dikeluarkan pemerintah Turki untuk memerangi virus korona.
Darlis Aziz, mahasiswa asal Indonesia yang tengah menempuh S2 Studi Media dan Budaya di Hacettepe Üniversitesi, Ankara, mengatakan Turki termasuk negara yang bergerak cepat dalam menangani Covid-19.
Menurut Darlis, sejak kasus pertama ditemukan pada 10 Maret lalu, keesokan harinya Turki mengumumkan darurat virus korona.
Selanjutnya pada 15 Maret, Turki langsung meliburkan semua aktivitas publik demi menahan laju korona.
“Presiden Erdogan melalui Kementerian Kesehatan langsung memerintahkan upaya pencegahan preventif dengan pemberlakuan pembatasan sosial dan penggunaan masker,” kata Darlis kepada Anadolu Agency.
Darlis juga menyatakan kepedulian tinggi Turki terhadap kelangsungan pendidikan di masa pandemi.
Meskipun meliburkan perkuliahan, kata Darlis, Turki memberikan kuota internet gratis sebanyak 8GB selama sebulan kepada mahasiswa.
“Ini untuk mendukung sistem pembelajaran online selama pandemi,” ujar Darlis.
Darlis mengatakan mahasiswa asing juga mendapatkan perhatian dalam bidang kesehatan.
Menurut Darlis, mahasiswa asing yang telah mendapat sigorta (asuransi) mendapatkan layanan gratis periksa, perawatan dan antar jemput selama masa pandemi.
“Beberapa lembaga asosiasi mahasiswa internasional seperti UDEF atau Federasi Lembaga Pelajar Internasional juga bahkan memberikan bantuan sembako selama masa pandemi,” ujar dia.
Darlis mengatakan kunci Turki menangani korona berada pada tiga slogan yang selalu ditekankan pemerintah yakni Erken tedbir, Etkin Uygulama, Etkili Mucadele dan Hızlı karar.
Atau pencegahan lebih awal, keputusan yang cepat, penindakan yang disiplin, dan pertarungan bersama yang efektif.
“Saya melihat bagaimana satu nyawa masyarakat begitu berharga bagi pejabatnya dibandingkan jabatan,” ucap Darlis.
Antisipasi adalah kunci
Muhammad Haykal, yang tengah menempuh S2 Sejarah Islam Marmara University, Istanbul, juga menceritakan pengalamannya selama tinggal di Turki di masa-masa krisis korona.
Menurut dia, pemerintah Turki sangat mengedepankan antisipasi dalam penanganan Covid-19.
Hal ini, terang dia, dibuktikan dari banyaknya rumah sakit kota yang telah dibangun selama dua dekade terakhir, untuk menjamin kesehatan para warga.
Bahkan yang terbaru RS Başakşehir di Istanbul dengan kapasitas 2.682 tempat tidur diresmikan pada saat puncak pandemi di Turki.
“Logistik dan stok makanan tergolong stabil,” kata Ketua Departemen Kemitraan dan Pengembangan Jaringan PPI Turki ini.
Haykal, sapaan akrabnya, menyampaikan apresiasi masyarakat Turki terhadap petugas medis sangat tinggi.
Bahkan sempat tiga malam berturut tepat pada pukul 9 malam waktu setempat, seluruh masyarakat bertepuk tangan dari apartemen sebagai dukungan pada petugas medis.
“Kita tidak pernah menyaksikan tenaga medis yang dikucilkan,” kata dia.
Haykal juga memiliki pengalaman berkesan dengan keramahan masyarakat Turki.
“Saat itu saya harus belanja dan tidak memiliki masker, akhirnya petugas supermarket memberikan saya masker gratis, agar dapat tetap berbelanja,” ujar dia.
Selain itu, kata dia, sejumlah polisi dan aparat keamanan di Turki ditugaskan untuk membantu lansia belanja kebutuhan harian mereka, mengingat lansia dilarang keluar rumah.
Jaminan bagi pelajar Indonesia
Lalu Muhammad Iqbal, Duta Besar Indonesia untuk Turki, menyampaikan Pemerintah Turki menjamin kelanjutan studi pelajar dan mahasiswa Indonesia penerima beasiswa dari Pemerintah Turki.
Turki, kata Iqbal, juga menjamin jika ada mahasiswa yang membutuhkan perawatan kesehatan, termasuk yang terkait dengan COVID-19, mereka akan diperlakukan sama dengan warga negara Turki.
Iqbal menyatakan pernah seorang mahasiswa Indonesia yang meminta pelayanan ke KBRI terdeteksi panas tubuhnya di atas 38 derajat.
Saat itu, KBRI langsung menghubungi call center Pemerintah Turki dan mahasiswa tersebut langsung dijemput oleh ambulan dan dibawa ke rumah sakit rujukan untuk pengetesan dan perawatan.
“Alhamdulillah hasil tesnya negatif dan mahasiswa tersebut diperbolehkan pulang tanpa harus membayar,” imbuh Iqbal.