Kecintaan rakyat Turki pada negara kunci gagalnya kudeta 15 Juli
Kekuatan kepemimpinan Presiden Recep Tayyp Erdogan dan kecintaan rakyat terhadap negara menjadi kunci keberhasilan Turki mengalahkan kudeta pada malam 15 Juli 2016.
Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh Hasbi Amiruddin mengatakan Erdogan merupakan sosok yang sangat dicintai warganya karena berhasil mengatasi krisis ekonomi di Turki.
“Saya berharap kudeta empat tahun lalu tidak pernah terjadi lagi,” ujar Hasbi, dalam diskusi virtual memperingati kudeta gagal yang digelar Ottoman-Malay World Studies pada Rabu.
Hasbi mengatakan Turki memiliki pengaruh besar dalam dunia internasional dan mewakili kepemimpinan global dunia Islam.
“Turki telah menjadi salah satu negara yang powerful,” kata dia.
Hasbi mengatakan suara Erdogan tidak hanya mewakili Turki, tapi telah menjadi suara umat Islam dunia.
Erdogan juga berjuang untuk menyelesaikan problem umat Islam di Timur Tengah seperti Palestina dan Suriah.
“Erdogan telah menjadi figur dalam dunia Islam,” terang dia.
Nama Erdogan, kata dia, juga menggema di mati masyarakat Indonesia, khususnya Aceh, karena kepedulian pemimpin Turki itu terhadap korban tsunami pada 2004.
“Erdogan datang langsung ke Aceh untuk memberikan bantuan,” ucap dia.
Wakil Sekjen NGO Dunia Islam Ahmad Azam Ab Rahman menyampaikan Langkah Erdogan untuk menggagalkan kudeta menjadi inspirasi bagi dunia internasional.
“Erdogan memiliki spirit independen,” ucap dia.
Dia pun merasa prihatin dengan tindakan teror kelompok Fethulleh Gulen melancarkan kudeta dan membunuh rakyat sipil.
“Tindakan dia melakukan membuka wajah sebenarnya gerakan FETO,” terang dia.
Dia pun mendorong kerja sama antara pemerintah dan ulama untuk memajukan Turki ke depan.
“Dalam beberapa tahun terakhir, Turki telah menjadi pemimpin Muslim,” tandas dia.
Yon Machmudi, Ketua Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, mengatakan Gerakan FETO bergerak secara rahasia.
Kondisi ini membuat kelompok teror itu rentan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu.
Yon juga menilai langkah FETO melakukan kudeta menunjukkan ketidaksetiaan mereka kepada bangsa.
“FETO tidak memiliki komitmen terhadap demokrasi,” terang dia.
Apa yang terjadi pada 15 Juli 2016?
Tanggal 15 Juli menandai tahun kedua kudeta gagal saat Organisasi Teror Fetullah (FETO) — kelompok bawah tanah berkedok pendidikan yang menyusup ke institusi-institusi negara, terutama militer, peradilan, keuangan, pegawai pemerintah, yang berusaha mengambil alih pemerintah – mencoba kudeta pada tahun 2016.
Malam 15 Juli 2016, tank-tank menutup sebuah jembatan di Istanbul yang menghubungkan Asia ke Eropa. Jet tempur dan helikopter yang terbang di atas Istanbul dan Ankara membom kompleks presiden, gedung parlemen, polisi dan markas intelijen, sementara warga sipil keluar untuk melawan kudeta.
Pada malam itu, Kepala Staf Militer Hulusi Akar disandera oleh para pemberontak hanya karena dia mengatakan menolak permintaan mendukung kudeta.
Selama kudeta gagal itu, sebanyak 251 orang, termasuk polisi dan warga sipil, menjadi martir. Sedangkan hampir 2.200 orang terluka.
Upaya kudeta, yang diotaki oleh Organisasi Teror Fetullah (FETO) dan dipimpin oleh apa yang mereka sebut “ulama” Fetullah Gulen, bertujuan untuk menggulingkan Presiden Recep Tayyip Erdogan, pemerintah, serta merebut negara.
Dalam penampilannya di televisi pada jam 11.02 malam, Perdana Menteri Binali Yildirim mengatakan upaya itu adalah pemberontakan dan kemungkinan percobaan kudeta.
“Mereka yang terlibat dalam tindakan melanggar hukum ini akan membayar harga yang paling berat,” tegas Yildirim.
Berbicara kepada CNN Turk pada 12.24 pagi, Presiden Recep Tayyip Erdogan, mengatakan: “Kejadian ini, sayangnya, adalah upaya kudeta dari minoritas Angkatan Bersenata Turki. Ini adalah pemberontakan yang didorong dan dieskploitasi oleh struktur paralel (FETO) sebagai dalangnya “
Presiden menyeru rakyat Turki turun ke jalan-jalan untuk menghentikan rencana kudeta.
Orang-orang lantas merespons seruan Erdogan dengan datang berbondong-bondong ke alun-alun untuk melindungi demokrasi di seluruh Turki, terutama di ibu kota Ankara dan Istanbul.
Warga Turki lalu naik ke tank-tank, berdiri melawan senjata, dan mengalahkan upaya kudeta yang bengis.
Saat ini pemerintah Turki berusaha untuk mengekstradisi Fetullah Gulen dari Amerika Serikat.