Dubes Indonesia cerita keberhasilan penanganan Covid-19 di Turki
Duta Besar Indonesia untuk Turki Lalu Muhamad Iqbal menceritakan keberhasilan negara tersebut menangani krisis Covid-19, dari aspek kesehatan dan sosial serta aspek ekonomi.
Iqbal mengatakan Turki baru mengumumkan kasus positif Covid-19 untuk pertama kali sekitar 10 hari setelah Indonesia.
Setelah itu, kebijakan pemerintah Turki dalam 30 hari pertama adalah fokus pada penanganan keamanan dan kesehatan masyarakat, baru kemudian pada 30 hari selanjutnya fokus pada pemulihan ekonomi.
“Dalam 30 hari pertama seluruh layanan masyarakat baik mal, pabrik, sekolah, universitas, dan asrama universitas tutup. Kita sempat kewalahan memikirkan mahasiswa kita yang harus keluar dari asrama,” ungkap Iqbal dalam diskusi virtual, Kamis.
Dia mengatakan pemerintah Turki menggunakan asrama mahasiswa sebagai tempat karantina warga Turki yang dipulangkan dari luar negeri.
“Setiap penduduk digratiskan lima masker setiap minggu. Presiden Erdogan meminta industri pertahanan melakukan riset karena sudah menyadari akan ada kekurangan ventilator,” tambah Iqbal.
Iqbal mengatakan sejak April lalu Turki sudah mampu memproduksi ventilator sendiri dengan kapasitas produksi 600 unit per hari yang juga diekspor ke berbagai negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, dan Brazil.
Setelah aspek kesehatan tertangani, pemerintah Turki baru mulai masuk ke tahap pemulihan ekonomi dengan memberikan stimulus sekitar USD38 miliar untuk sektor industri yang memiliki efek ganda seperti sektor otomotif.
“Sektor otomotif di Turki sangat kuat dan menjadi basis produksi bagi 4 hingga 5 brand global untuk pemasaran di Eropa,” lanjut dia.
Iqbal menjelaskan dari sekitar USD38 miliar stimulus tersebut mampu memberikan dampak ekonomi hingga USD89 miliar atau sekitar 10-11 persen dari PDB Turki.
“Pilihan stimulus ini sangat menentukan dan jadi kunci keberhasilan mereka menyelamatkan perekonomiannya,” ungkap Iqbal.
Dia menambahkan dalam 10 tahun terakhir ekonomi Turki sangat bergantung pada sektor pariwisata dengan kunjungan turis asing tahun lalu mencapai 51 juta orang.
Namun, akibat Covid-19, sektor pariwisata Turki mendapatkan goncangan keras.
Kondisi ini membuat pemerintah mendorong penguatan sektor manufaktur khususnya pada industri otomotif dan juga produksi makanan.
“Turki dari awal menentukan reopening ekonominya, sudah menggunakan indikator yang jelas, yakni tingkat kesembuhan Covid-19 harus mencapai 78 persen,” jelas Iqbal.
Dia menceritakan bahwa pada 1 Juni, tingkat kesembuhan di Turki sudah mencapai 77 persen kemudian pada 6 Juni sudah lebih dari 78 persen, jauh di atas rata-rata level kesembuhan global yang sekitar 45 persen.
Pada kuartal pertama ekonomi Turki mampu tumbuh 4,5 persen, namun pada kuartal kedua terkontraksi 3,5 persen akibat Covid-19.
Perekonomian negara ini bisa diselamatkan dari kontraksi lebih dalam karena pertumbuhan pada industri makanan.
Empat kunci keberhasilan Turki menangani Covid-19
Dubes Iqbal mengungkapkan ada empat kunci utama keberhasilan Turki dalam menangani krisis Covid-19.
Antara lain konsolidasi politik yang baik dengan tidak ada satupun pejabat Turki yang mengabaikan ataupun meremehkan bahayanya dampak dari Covid-19.
“Politisi Turki menyadari Turki sebagai hub Asia dan Eropa sehingga tidak bisa dipungkiri mereka menghadapi ancaman luar biasa dari Covid-19,” tambah dia.
Menurut Iqbal, kerasnya benturan antara kelompok sekuler dan Islam konservatif di Turki tidak terlihat dalam upaya penanganan Covid-19, karena pemerintah tidak menolak adanya ancaman dari virus tersebut serta pendekatan terhadap kelompok oposisi cukup baik, sehingga tidak ada perbedaan yang membuat Turki solid.
Kunci kedua keberhasilan Turki adalah kuatnya pasokan dan keamanan pangan karena memiliki cadangan pangan untuk 1 tahun ke depan.
Menurut dia, Turki dikelilingi pusat konflik, sehingga dalam undang-undang ada kewajiban untuk ketersediaan pasokan pangan minimal 1 tahun.
“Jadi, kalau hanya untuk pasokan 3 bulan tanpa suplai baru karena produksi pertanian berhenti, tidak ada masalah dan tidak ada kekurangan bahan pokok. Turki bahkan kelebihan pasokan pangan,” jelas dia.
Oleh karena itu, pada saat industri makanan di Eropa mati karena Covid-19, ekspor makanan Turki ke Eropa pada kuartal kedua tahun ini justru tumbuh.
Iqbal menjelaskan kunci keberhasilan ketiga adalah investasi Turki pada fasilitas kesehatan selama 15 tahun terakhir mulai terlihat dampaknya pada saat terjadi krisis kesehatan saat ini.
“Tidak ada kekurangan tempat tidur di rumah sakit Turki. Tingkat okupansi rumah sakit saat puncak penyebaran Turki hanya 70 persen dan saat ini tinggal 40 persen,” tambah dia.
Turki juga banyak membangun rumah sakit lapangan untuk karantina turis asing yang masuk pada masa kenormalan baru.
“Turki juga salah satu negara di dunia yang pasokan medisnya tidak tergantung dari impor karena hampir semua alat medis seperti hand sanitizer, masker, APD, dan ventilator bisa diproduksi sendiri,” lanjut Iqbal.
Dia menambahkan Turki bahkan melakukan ‘Soft Covid Diplomacy’ dengan mengirimkan bantuan medis termasuk alat tes PCR ke 72 negara, antara lain Inggris, AS, Italia, Spanyol, dan bahkan Israel.
Kunci terakhir keberhasilan Turki adalah bagusnya komunikasi publik yang dibangun pemerintah melalui satu sumber informasi, sehingga warga negara asing di Turki merasa aman.
“Setiap Kamis malam semua orang menunggu informasi di televisi melalui pidato presiden yang didampingi mendagri dan menkes, jadi semua tahu arah kebijakan pemerintah dalam 1-2 minggu ke depan,” kata dia.