Delegasi Turki dan Rusia bahas masalah Suriah dan Karabakh
Delegasi dari Turki dan Rusia membahas perkembangan terbaru di Suriah yang dilanda perang, dan pekerjaan yang harus dilakukan menyusul kesepakatan gencatan senjata antara Azerbaijan dan Armenia di Nagorno-Karabakh, menurut sumber diplomatik pada Jumat.
Wakil Menteri Luar Negeri Turki Sedat Onal dan utusan Presiden Rusia untuk Suriah Alexandre Lavrentyev memimpin pertemuan itu di ibu kota Turki, Ankara.
Dalam pertemuan tersebut, Onal dan Lavrentyev membahas situasi terkini dalam proses politik dalam kerja Komite Konstitusi di Suriah, proses Astana, perkembangan di barat laut provinsi Idlib.
Situasi terkait pencari suaka Suriah dan pengungsi, serta aktivitas organisasi teroris PKK/YPG juga dibahas.
Kedua delegasi bertukar pikiran tentang masalah tersebut selama pertemuan itu, dan sikap Turki disampaikan kepada delegasi Rusia, tambah sumber diplomatik.
Proses perdamaian Astana untuk mengakhiri konflik Suriah diluncurkan pada Januari 2017 oleh Turki, Rusia, dan Iran.
Suriah dilanda perang saudara beraneka segi sejak awal 2011 ketika rezim menindak pengunjuk rasa pro-demokrasi.
Ratusan ribu orang telah tewas dan lebih dari 10 juta mengungsi, menurut perkiraan PBB.
Dalam lebih dari 30 tahun kampanye terornya melawan Turki, PKK – yang terdaftar sebagai organisasi teroris oleh Turki, AS, dan UE – bertanggung jawab atas kematian 40.000 orang, termasuk wanita, anak-anak dan bayi.
Pembicaraan Karabakh akan dilanjutkan hari ini
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Nasional Turki mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pembicaraan antara delegasi militer Turki dan Rusia akan dilanjutkan pada Sabtu.
Bagian hari ini dari pembicaraan teknis antara dua delegasi digelar di Kementerian Pertahanan Nasional, kata pernyataan itu.
Delegasi tersebut membahas mekanisme yang akan dilakukan setelah kesepakatan gencatan senjata di Nagorno-Karabakh serta situasi di Suriah, khususnya di Idlib, tambah pernyataan itu.
Hubungan antara bekas republik Soviet Azerbaijan dan Armenia tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh, juga dikenal sebagai Karabakh Atas, sebuah wilayah Azerbaijan, dan tujuh wilayah yang berdekatan.
Pada 10 November, kedua negara menandatangani perjanjian yang ditengahi Rusia untuk mengakhiri pertempuran dan bekerja menuju resolusi yang komprehensif.
Turki menyambut baik gencatan senjata, yang dihasilkan dari keberhasilan militer Baku melawan Yerevan.