TURKI

Turki bisa gunakan hak bela diri di Mediterania

Ketika ketegangan meningkat di wilayah itu setiap hari akibat krisis Libya dan cadangan hidrokarbon di Mediterania, muncul sejumlah kebijakan dan intervensi.

Baru-baru ini, kapal perang Yunani dan Prancis mencoba menghentikan kapal-kapal kargo yang berangkat ke Libya dari Turki. Namun kapal perang Turki yang mengawal kapal-kapal kargo tersebut tidak mengizinkan adanya intervensi.

Seorang pakar hukum mengatakan Turki memiliki hak untuk campur tangan jika sebuah kapal di bawah perlindungannya diserang di Laut Mediterania.

Yucel Acer, kepala Departemen Hukum Internasional di Universitas Ankara Yildirim Beyazit, mengatakan setiap gangguan negara lain terhadap kapal dagang yang pergi ke Libya dari Turki tidak sah atau ilegal.

Acer mengatakan menurut hukum internasional kedaulatan negara mana pun tidak berlaku di perairan internasional.

Mengacu pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut yang diadopsi pada 1982, dia mengatakan laut lepas adalah area yang bisa digunakan semua negara secara bebas terlepas dari apakah mereka memiliki pantai atau tidak.

“Kebebasan yang dimiliki oleh negara-negara, yakni kebebasan transportasi, kebebasan untuk terbang di atas laut lepas, kebebasan untuk meletakkan kabel dan pipa bawah laut, kebebasan untuk membangun pulau buatan dan fasilitas lainnya yang diizinkan oleh hukum internasional, kebebasan perikanan dan kebebasan ilmiah penelitian,” ujar Acer.

Dia menekankan bahwa dalam konteks ini, Turki, baik dinyatakan sebagai zona ekonomi eksklusif (ZEE) mau pun tidak, pasti memiliki hak untuk melindungi kapal-kapalnya di laut lepas.

Menurut Acer, sebagai suatu peraturan, setiap kapal (sipil, militer, perorangan atau pejabat) di laut lepas tunduk pada kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudisial dari negara yang sesuai dengan bendera kapal.

Pengecualian

Acer menyebut kondisi yang melegitimasi intervensi di perairan internasional adalah perbudakan, perdagangan narkoba dan pembajakan atau penyiaran tidak sah dari laut lepas.

“Jika kapal itu tanpa kebangsaan atau mengibarkan bendera asing atau menolak menunjukkan benderanya atau dikaitkan dengan setidaknya satu dari situasi kejahatan yang disebutkan di atas, sebuah intervensi dapat dilakukan,” ungkap dia.

Acer mengatakan menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut, intervensi semacam itu disebut sebagai hak kunjungan.

“Ketika personil militer yang berwenang berada di atas kapal, mereka hanya memiliki hak untuk memeriksa dokumen atau muatan yang terkait dengan kecurigaan itu,” lanjut dia.

Namun, Acer menambahkan bahwa bahkan dalam kasus-kasus ini, kapal-kapal resmi yang digunakan untuk tujuan non-komersial dan kapal perang memiliki kekebalan.

Karena itu, Acer menekankan bahwa intervensi apa pun oleh negara lain terhadap kapal dagang Turki yang berangkat ke Libya dari Turki tidak sah atau ilegal.

Hak membela diri

Acer mengatakan dalam hal kemungkinan intervensi, negara pelindung atau negara bendera mendapatkan hak untuk membela diri.

“Dalam kasus campur tangan yang tidak sah, kapal perang Turki memiliki hak untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi kapal-kapal yang membawa bendera Turki,” tutur dia.

Acer mencatat bahwa kapal perang Turki bisa membalas dengan tindakan militer jika diperlukan.

“Jika ada bukti yang menunjukkan bahwa intervensi dilakukan untuk tujuan politik, juga dimungkinkan untuk memulai proses peradilan pidana terhadap personel yang melakukan intervensi,” tambah dia.

Dia mengatakan setiap intervensi pada kapal berbendera Turki dianggap sebagai yurisdiksi pemerintah Turki.

Operasi Irini

Acer menyinggung soal legalitas pemeriksaan kapal-kapal Turki di Laut Mediterania dalam lingkup Operasi Irini, yang diluncurkan Uni Eropa Maret ini untuk menegakkan embargo senjata di Libya.

Dia mengatakan bahwa yang sebenarnya penting di laut lepas adalah inspeksi negara bendera.

“Jika negara bendera melakukan inspeksi, pada prinsipnya, tidak akan ada celah,” tambah Acer.

Dia juga mengatakan bahwa jika suatu negara diyakini melanggar embargo, laut lepas tidak sesuai untuk inspeksi ini.

Dalam keadaan seperti itu, metode lain harus dicoba tanpa menyerang hak kedaulatan negara, sesuai dengan hukum internasional.

Perjanjian bilateral dan embargo

Dia mengklarifikasi bahwa embargo senjata hanya berlaku untuk mentransfer senjata ilegal ke Libya dan bukan yang dikirim ke pemerintah sah negara yang diakui PBB berdasarkan berbagai kesepakatan keamanan.

“Dari sudut pandang ini, inspeksi kapal-kapal Turki tidak akan sah. Karena, perjanjian kerja sama keamanan dan militer ditandatangani antara kedua negara pada 28 November 2019,” ujar Acer.

Dia mengatakan alasan Uni Eropa merasa perlu adanya operasi seperti itu berasal dari alasan politik.

Latar Belakang

Pada 26 Februari 2011, Dewan Keamanan PBB (DK PBB) memutuskan untuk memberlakukan embargo pada pasokan senjata dan peralatan militer ke dan dari Libya.

Pada Juni 2016, DK PBB memberi wewenang kepada semua negara anggota PBB untuk memeriksa kapal-kapal di laut lepas dekat lepas pantai Libya yang diyakini melanggar embargo.

Uni Eropa belum mengambil langkah konkret untuk menangani senjata dan amunisi yang dipindahkan ke Libya meskipun empat tahun telah berlalu sejak keputusan DK PBB.

Uni Eropa baru saja meluncurkan Operasi Irini pada 31 Maret untuk memeriksa kapal-kapal setelah operasi pasukan Libya yang didukung Turki di darat sukses melawan panglima perang Khalifa Haftar.

Namun, satu-satunya perwakilan sah Libya di PBB, Perdana Menteri Fayez al-Sarraj, menentang Operasi Irini dan mengklaim bahwa operasi itu bias.

Sarraj menekankan bahwa ada bukti kuat dan laporan bahwa senjata dan peralatan disediakan untuk mendukung Haftar melalui perbatasan darat dan udara Libya.

Pernyataan serupa datang dari Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu.

Pada konferensi pers dengan Menteri Luar Negeri Italia Luigi Di Maio pada 19 Juni, Cavusoglu mengatakan bahwa pesawat tempur, yang sebelumnya ditempatkan di Suriah, mendarat di daerah yang dikendalikan oleh Haftar.

Cavusoglu menyatakan bahwa negara-negara yang berpartisipasi dalam Operasi Irini tetap diam soal pasokan senjata ke Haftar oleh Uni Emirat Arab.

Dia menuturkan bahwa beberapa negara yang berpartisipasi dalam operasi tersebut jelas telah mengambil posisi seperti dukungan terbuka Prancis untuk Haftar, sehingga operasi itu menjadi tidak objektif.

Libya telah dirundung perang saudara sejak Muammar Khaddafi lengser dan wafat pada 2011.

Pemerintah Libya kemudian didirikan pada 2015 di bawah perjanjian yang dipimpin oleh PBB, tetapi proses politik tak kunjung tercapai karena serangan pasukan Haftar.

Pada konferensi pers dengan Menteri Luar Negeri Italia Luigi Di Maio pada 19 Juni, Cavusoglu mengatakan bahwa pesawat tempur, yang sebelumnya ditempatkan di Suriah, mendarat di daerah yang dikendalikan oleh Haftar.

Cavusoglu menyatakan bahwa negara-negara yang berpartisipasi dalam Operasi Irini tetap diam soal pasokan senjata ke Haftar oleh Uni Emirat Arab.

Dia menuturkan bahwa beberapa negara yang berpartisipasi dalam operasi tersebut jelas telah mengambil posisi seperti dukungan terbuka Prancis untuk Haftar, sehingga operasi itu menjadi tidak objektif.

Libya telah dirundung perang saudara sejak Muammar Khaddafi lengser dan wafat pada 2011.

Pemerintah Libya kemudian didirikan pada 2015 di bawah perjanjian yang dipimpin oleh PBB, tetapi proses politik tak kunjung tercapai karena serangan pasukan Haftar.

Tinggalkan Balasan