TURKI

Komunitas Afro-Turki anggap Turki sebagai “rumah” mereka

Selama dua abad terakhir, komunitas orang kulit hitam Turki hidup di Provinsi Aydin.

Orang-orang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai Afro-Turki itu bermigrasi dari Sudan untuk mencari pekerjaan, kebanyakan di perkebunan.

Kematian George Floyd, pria kulit hitam asal Minneapolis, Amerika Serikat, akibat kekerasan polisi kulit putih telah mengejutkan dunia.

Unjuk rasa antirasisme pun terus berlangsung di AS dan Eropa hingga saat ini.

Sebagai sesama kulit hitam, Komunitas Afro-Turki pun merasa berduka dengan kematian Floyd.

Namun, mereka bersyukur karena mereka tak harus mengalami perlakuan yang sama selama hidup di Turki.

Hasan Biberci, 61, yang tinggal di desa Burunkoy menuturkan bahwa sepanjang hidupnya dia selalu merasa dirinya adalah orang Aegea bukan Afrika.

“Kami semua di sini saling bergaul dan berinteraksi. Mereka mencintai kami dan kami mencintai mereka,” ujar dia.

Putranya bahkan menikahi perempuan Aydin sehingga cucunya berkulit terang seperti sang ibu.

Dia mengungkapkan bahwa dia tak pernah mengalami diskriminasi karena warna kulit.

“Kami menyukai lagu kebangsaan dan bendera Turki. Kami juga mengidolakan pendiri Republik Turki, Ataturk,” imbuh istrinya, Ulviye Biberci.

“Perbedaan ras seharusnya tidak menjadi masalah. Kedua putra kami menikahi perempuan berkulit putih. Saling mengasihi, itu yang terpenting, karena kita semua sama-sama diciptakan oleh Allah,” kata dia lagi.