EKONOMI

Indonesia akan ekspor lebih banyak produk logam ke Turki

Indonesia akan berusaha mengekspor lebih banyak logam dan produk logam ke Turki sebagai salah satu strategi meningkatkan perdagangan ke negara itu, ujar Menteri Perdagangan M Lutfi, Jumat.

“Turki itu negara industri, sangat komplementer dengan Indonesia yang ingin agar produk tambang kita masuk ke pasar Turki, harganya juga bagus,” ujar Menteri Lutfi dalam konferensi pers virtual di Jakarta.

Turki bersama dengan China, Uni Emirat Arab dan Filipina menjadi negara yang ditarget bisa menyerap logam dan produk logam Indonesia tahun ini.

Indonesia juga berupaya agar Turki bisa menerima lebih banyak minyak sawit dan produk minyak sawit tahun ini.

Turki menurut Menteri Lutfi diharapkan menjadi penghubung untuk negara-negara Asia Tengah, mulai dari Suriah hingga Uzbekistan.

“Jadi ini sedang kita telisik, semoga ketemu jalannya. Ini bagian dari kolaborasi ke pasar yang selama ini sulit dijangkau,” ujar dia.

Tahun lalu, Indonesia menargetkan ekspor sebesar USD1,1 miliar ke Turki, namun hanya terealisasi USD1,04 miliar atau 88,6 persen.

Sedangkan tahun ini nilai ekspor ke Turki ditargetkan tumbuh 6,45 persen.

Produk andalan ke Turki selama ini adalah CPO, serat tekstil, besi baja lembaran dan benang.

Sepanjang tahun lalu Indonesia mengalami surplus perdagangan sebesar USD21,7 miliar.

Surplus terjadi karena adanya penurunan impor yang cukup signifikan.

Surplus perdagangan tertinggi adalah dengan Amerika Serikat sebesar USD11,3 miliar, kemudian India USD6,4 miliar dan Filipina USD5,2 miliar.

Menurut Menteri Lutfi, pelan namun pasti, Indonesia bertransformasi menjadi negara penghasil dan pengekspor barang industri dan industri berteknologi tinggi, tidak sekadar barang mentah dan barang setengah jadi.

Tahun lalu, 10 produk utama ekspor nonmigas Indonesia telah berkontribusi sebesar 59,8 persen terhadap kinerja ekspor nonmigas pada 2020.

Di antara kesepuluh produk tersebut, ada tiga produk yang telah bertransformasi menjadi barang industri dan industri berteknologi tinggi, yaitu besi baja, kendaraan bermotor dan suku cadangnya serta perhiasan.

Indonesia merupakan negara penghasil komoditas tersebut terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.

Bahkan, lebih dari 70 persen besi baja Indonesia diekspor ke Tiongkok.

Pada 2020, komoditas besi baja menempati urutan ke-3 pada ekspor nonmigas Indonesia dengan kontribusi sebesar 7 persen atau senilai USD10,85 miliar.

Sementara itu, produk kendaraan bermotor dan suku cadangnya pada 2020 menempati urutan ke-6 pada ekspor nonmigas Indonesia dengan kontribusi sebesar 4,3 persen atau senilai USD6,6 miliar.

“Walaupun terjadi penurunan pada sektor otomotif akibat kondisi perekonomian global yang tengah lesu terimbas dampak Covid-19, potensi ekspor kendaraan bermotor dan suku cadangnya masih sangat besar,” ujar Menteri Lutfi.

Soal Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif (CEPA) dengan Turki, menurut Menteri Lutfi dijadwalkan bisa mencapai kesimpulan pada tahun ini.

Saat ini sudah mencapai tahap intersessional meeting yang digelar pada Juni 2020 lalu.

“Perkembangan negosiasi IT CEPA itu terhambat pandemi Covid-19. Mereka sedang sibuk mengatasi pandemi, kita juga demikian,” ujar Menteri Lutfi.

Tinggalkan Balasan